diambil dari :
http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/guruge/wheel419.htmlPendahuluan
Dalam kamus Pali Proper Names karangan Profesor G.P. Malalasekera memperkenalkan Mara sebagai "personifikasi kematian, sang kejahatan, sang penggoda (penggambaran Buddhist tentang setan atau prinsip kehancuran)."
Dia melanjutkan: "Legenda menyangkut Mara, di buku-buku, sangat terlibat dan menyangkal semua usaha untuk menyingkapkannya"
Dengan menganalisa sekumpulan perumpaan tentang Mara di kitab-kitab komentar, dia menjelaskan lebih lanjut tentang definisinya dengan sejumlah pengamatan berikut ini :
"Dari sejumlah sumber, disebutkan 5 Mara - Khandhamaara, Kilesamaara, Abhisa"nkhaaramaara, Maccu-maara, dan Devaputtamaara**. Di tempat lain Mara disebutkan sebagai satu, tiga, atau dua"
** terjemahan : Mara sebagai panca khanda, Mara sebagai kekotoran batin, Mara sebagai konstruksi karma, Mara sebagai Kematian, dan Mara sebagai suatu dewa muda.
.....
Kesimpulan
Pemeriksaan di atas menyingkapkan bahwa godaan Mara sebagai representasi kiasan gangguan mental, konflik, dan krisis yang dialami Buddha (Boddhisattva kali yah maksudnya) dan murid-muridnya adalah setua umur Biuddhisme sendiri, dan gambaran di atas bisa berasal dari ekspresi gambaran nyata yang puitis dari Sang Buddha sendiri. Para penyusun kehidupan Sang Buddha tidak secara sadar membuat suatu upaya untuk menjelaskan secara sistematis dengan indivudual yang tercatat sehubungan dengan godaan-godaan tersebut. Sebagai hasilnya, ada sejumlah kebingungan yang menyangkut sifat dan waktu kejadian yang berhubungan. Akhirnya, Pencapaian Sang Buddha, Kemenangan atas Mara, dan Godaan-Godaan Putri2 Mara jadi terabaikan perawatannya dalam literatur-literatur dan kesenian-kesenian. Pengurangan-pengurangan dan variasi-variasi secara bebas ditambahkan sesuai dengan pemahaman si penulis, atau artis tentang kejadian-kejadian yang terjadi, karena aspek kiasan dianggap lebih penting. Kejadian sejarah atau aspek-aspek fakta kejadian yang berhubungan dianggap nomor dua, dan keberagaman presentasi membuat kontribusi yang pasti untuk memperkaya literatur-literatur dan kreatifitas artistik.
Apa yang literatur dan kesenian tampilkan, menunjukkan dengan jelas bahwa kepribadian Mara sebagaimana dipahami oleh penulis-penulis dan artis-artis Buddhis mengalami perubahan yang bisa ditandai sehubungan dengan penyebaran budaya Buddhis. Di India, pada waktu-waktu awal, Mara adalah Putra Dewa, dalam kenyataan sebagai Dewa Cinta dengan segala atribut tradisionalnya. Kemudian, lebih dekat dengan zaman modern, di Sri Lanka, Birma, Thailand, Kamboja dan Indonesia, dia menjadi semakin sering disebut-sebut sebagai bersifat setan. ....
Terjemahan saya
Jadi penulis-penulis awal tidak menjelaskan secara terperinci, apa sih Mara itu. Karena terinspirasi oleh gambaran yang puitis dari Sang Buddha tentang Mara, maka penulis-penulis belakangan menjadi lebih menekankan tentang aspek-aspek perumpamaan Mara.
Bisa dilihat dari literatur-literatur dan kesenian-kesenian awal di India, bahwa Mara adalah Dewa Cinta (yang masih muda), kemudian di waktu modern mulai berubah menjadi kejahatan .....