easter-japanese

Seorang brahmana mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah mengakhiri ramah tamah itu, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Guru Gotama, aku menganut dalil dan pandangan sebagai berikut: ‘Tidak ada inisiatif sendiri; tidak ada inisiatif makhluk lain.’”1

“Brahmana, aku belum pernah melihat atau mendengar siapa pun yang menganut dalil dan pandangan demikian. Karena bagaimanakah [338] seseorang yang datang sendiri dan pergi sendiri dapat berkata: ‘Tidak ada inisiatif sendiri; tidak ada inisiatif makhluk lain’?

(1) “Bagaimana menurutmu, brahmana? Adakah elemen dorongan?”2

“Ada, tuan.”

“Ketika ada elemen dorongan, apakah makhluk-makhluk terlihat memulai aktivitas?”

“Benar, tuan.”

“Ketika makhluk-makhluk terlihat memulai aktivitas karena adanya elemen dorongan, maka ini adalah insiatif sendiri makhluk-makhluk; ini adalah inisiatif makhluk lain.

(2) “Bagaimana menurutmu, brahmana? Adakah elemen kegigihan?”

“Ada, tuan.”

“Ketika ada elemen kegigihan, apakah makhluk-makhluk terlihat gigih dalam beraktivitas?”

“Benar, tuan.”

“Ketika makhluk-makhluk terlihat gigih dalam beraktivitas karena adanya elemen kegigihan, maka ini adalah insiatif sendiri makhluk-makhluk; ini adalah inisiatif makhluk lain.

(3) “Bagaimana menurutmu, brahmana? Adakah elemen pengerahan usaha?”

“Ada, tuan.”

“Ketika ada elemen pengerahan usaha, apakah makhluk-makhluk terlihat mengerahkan usaha dalam beraktivitas?”

“Benar, tuan.”

“Ketika makhluk-makhluk terlihat mengerahkan usaha dalam beraktivitas karena adanya elemen pengerahan usaha, maka ini adalah insiatif sendiri makhluk-makhluk; ini adalah inisiatif makhluk lain.

(4) “Bagaimana menurutmu, brahmana? Adakah elemen tenaga?”3

“Ada, tuan.”

“Ketika ada elemen tenaga, apakah makhluk-makhluk terlihat memiliki tenaga?”

“Benar, tuan.”

“Ketika makhluk-makhluk terlihat memiliki tenaga karena adanya elemen tenaga, maka ini adalah insiatif sendiri makhluk-makhluk; ini adalah inisiatif makhluk lain.

(5) “Bagaimana menurutmu, brahmana? Adakah elemen keberlangsungan?”

“Ada, tuan.”

“Ketika ada elemen keberlangsungan, apakah makhluk-makhluk terlihat melangsungkan [suatu perbuatan]?”

“Benar, tuan.”

“Ketika makhluk-makhluk terlihat melangsungkan [suatu perbuatan] karena adanya elemen keberlangsungan, maka ini adalah insiatif sendiri makhluk-makhluk; ini adalah inisiatif makhluk lain.

(6) “Bagaimana menurutmu, brahmana? Adakah elemen kekuatan?”

“Ada, tuan.”

“Ketika ada elemen kekuatan, apakah makhluk-makhluk terlihat bertindak dengan kekuatan?”

“Benar, tuan.”

“Ketika makhluk-makhluk terlihat bertindak dengan kekuatan karena adanya elemen kekuatan, maka ini adalah insiatif sendiri makhluk-makhluk; ini adalah inisiatif makhluk lain.

“Brahmana, aku belum pernah melihat atau mendengar siapa pun yang menganut dalil dan pandangan [seperti dalil dan pandanganmu]. Karena bagaimanakah seseorang yang datang sendiri dan pergi sendiri dapat berkata: ‘Tidak ada inisiatif sendiri; tidak ada inisiatif makhluk lain’?”

“Bagus sekali, Guru Gotama! Bagus sekali, Guru Gotama! Guru Gotama telah menjelaskan Dhamma dalam banyak cara, seolah-olah menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang berpenglihatan baik dapat melihat bentuk-bentuk. Sekarang aku berlindung kepada Guru Gotama, kepada Dhamma, dan kepada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Guru Gotama menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”


Catatan Kaki
  1. Natthi attakāro, natthi parakāro. Lit., “Tidak ada tindakan melakukan sendiri, tidak ada tindakan melakukan oleh orang lain.” Sang Buddha membantahnya persis di bawah dengan menunjukkan fakta nyata bahwa brahmana itu telah datang atas kehendaknya sendiri (sayaṃ) dan pergi atas kehendaknya sendiri. ↩︎

  2. Ārambhadhātu. Mp: “Kegigihan yang muncul melalui dimulainya [suatu aktivitas]” (arabhanavasena pavattaviriyaṃ). Kedua elemen berikutnya yang disebutkan di bawah, nikkamadhātu dan parakkamadhātu, dapat dipahami berturut-turut sebagai kegigihan yang diperlukan untuk tetap melangsungkan suatu tindakan dan menyelesaikannya. Ketiga ini diberikan sebagai penawar bagi ketumpulan dan kantuk pada 1:18 dan SN 46:51, V 105,28-106,2, dan sebagai cara untuk memelihara faktor pencerahan kegigihan pada SN 46:2, V 66,9-15, dan SN 46:51, V 104,14-20. ↩︎

  3. Mp tidak membedakan ketiga faktor berikutnya yang disebutkan di sini – thāmadhātu, thitidhātu, dan upakkamadhātu – tetapi hanya mengatakan bahwa ketiga ini adalah berbagai sebutan bagi kegigihan. ↩︎